Jumat, 13 Juli 2007

Mukjijat Pentakosta di Medjugorje

Mukjijat Pentakosta di Medjugorje

Father Andrew Cogan adalah seorang romo yang saleh dari Keuskupan Metuchen, New Jersey, sampai ia meninggal pada tanggal 20 February 1991. Dia tidak meninggalkan dunia ini, sebelum Santa Perawan Maria, kepada siapa ia secara tersembunyi berdevosi, menyentuh dirinya dengan cara yang sangat spesial. Suatu ketika di pertengah tahun 1980-an ketika fenomena Medjugorje secara relatif masih baru, Father Cogan, yang pada waktu itu melayani sebagai pastor di gereja Katolik St. Ann di Hampton, New Jersey, melakukan perziarahan ke dusun yang terpencil tersebut.

Pada suatu ketika, dia dan beberapa orang lain bersamanya, sedang ditengah perjalanan untuk menuju ke tempat penampakan malam hari dan sekaligus menghadiri Misa Kudus. Di tengah perjalanan, terjadi kecelakaan dimana salah satu jarinya luka berat terpotong oleh pinggiran pagar yang tajam. Dia segera dibawa untuk mendapatkan pertolongan medis di rumah sakit setempat. Setelah memeriksa lukanya, dokter menyatakan bahwa lukanya cukup serius dan perlu dilakukan operasi untuk menyembuhkan jari tersebut seperti sedia kala.

Pada hari berikutnya, sebelum dia mendapat kesempatan untuk kembali menemui dokter tersebut, dia menghadiri penampakan di malam hari dan Misa Kudus. Suatu ketika setelah Misa, dia menyadari bahwa jarinya telah sembuh toltal. Dia tidak lagi merasakan sakit sama sekali dan jari tersebut tampak sehat seperti sedia kala. Akan tetapi, peristiwa ini hanyalah awal dari suatu pengalaman yang lebih luar biasa. Bagi mereka yang mengikuti peristiwa-peristiwa yang terjadi di Medjugorje mungkin telah mengetahui bahwa salah satu inti pesan Bunda Maria di Medjugorje adalah supaya umat Katolik sering-sering menerimakan sakramen pengakuan dosa (sakramen tobat). Sebagai akibatnya, ada antrian yang panjang oleh orang-orang yang menunggu giliran mendapat sakramen tobat. Hal ini saja sudah merupakan suatu keajaiban pada masa kini!

Beberapa waktu sesudahnya, setelah jarinya disembuhkan secara mukjijat, Father Cogan merasa terdorong untuk turut menerimakan sakramen tobat, untuk membantu mengurangi antrian panjang yang sedang ditangani oleh romo-romo lainnya. Tentunya di suatu tempat perziarahan modern di tengah-tengah benua Eropa, bisa dipastikan ada banyak peziarah yang tidak berbahasa Inggris. Begitu juga hari itu tidak ada pengecualian. Secara tidak disengaja, Father Cogan lupa untuk memasang tanda bahasa-bahasa yang dikuasainya. Segera setelah dia membuka pelayanan penerimaan sakramen tobat, para peziarah dari berbagai bahasa yang berbeda-beda datang untuk mengantri. Meskipun Father Coban pernah menjadi misionaris di negara asing, dia menyadari bahwa dia hanya mampu bercakap-cakap dalam dua bahasa, Inggris dan Spanyol. Ketika orang-orang yang mengantri mulai mengakukan dosa-dosa mereka masing-masing kepadanya, mereka mengaku dosa dalam berbagai bahasa antara lain: Jerman, Belanda, Yunani, Polandia, Italia, Kroasia, Slavik, dan sejumlah bahasa lainnya. Father Cogan terheran-heran bahwa dia dapat mengerti kata-kata mereka yang diucapkan dalam bahasa mereka masing-masing! Meskipun Father Cogan berbicara kepada mereka dalam bahasa Inggris, dia dengan heran menyadari bahwa sang peniten (yang menerima sakramen tobat) ternyata dapat mengerti kata-katanya, bahkan meskipun mereka nyata-nyata tidak bisa berbahasa Inggris. Father Cogan amat sangat tersentuh oleh kejadian ini dan menyadari bahwa ia sedang mengalami suatu mukjijat yang luar biasa. Father Coban mengalami mukjijat yang hanya diketahui oleh dirinya, yang diberikan kepadanya sebagai suatu tanda kasih Bunda Maria kepada para imam puteraNya.

Father Cogan dikaruniai dengan pengalaman mukjijat Pantekosta, dimana apa yang terjadi adalah kebalikan dari peristiwa menara Babel. Dalam kisah menara Babel, manusia membangun suatu menara untuk mencapai langit sebagai tanda bahwa dengan kemampuan teknologi mereka, mereka bisa sama berkuasanya seperti Tuhan dan tidak lagi membutuhkan diri-Nya. Mereka memiliki intelejensi dan kepandaian sebagai suatu berhala bagi mereka. Apa lagi yang mereka butuhkan?

Pada saat Pantekosta, para Rasul yang dipimpin oleh Bunda Maria, menunggu dengan penuh kasih, kerendahan hati, dan kesabarani bagi kedatangan Roh Kudus. Dengan menunggu, menunjukkan tanda kerendahan hati dan pengerti Gereja bahwa tidak hanya kita membutuhkan Tuhan, tetapi kita menginginkan-Nya. Sebagai balasannya, Kristus mengirimkan Roh Kudus seperti yang telah dijanjikan. Kisah Para Rasul menceritakan kepada kita bahwa para Rasul mulai berkata-kata dalam berbagai bahasa asing, dan bersaksi atas dorongan Roh Kudus. Mereka yang menjadi saksi peristiwa tersebut sangat keheranan, karena mereka masing-masing mendengar orang-orang ini berbicara dalam bahasanya sendiri, dan mereka dapat mengerti apa-apa yang dikatakan.

Tuhan menjadikan manusia tidak bisa mengerti satu sama lain, sebagai hukuman karena ingin menggantikan Tuhan, dengan hasil karya usaha sendiri. Pada saat Pantekosta, Tuhan mengirim Roh KudusNya untuk mempersatukan manusia dalam kasih dan saling pengertian, ketika melihat Putera-Nya yang setia. Bahkan ketika Bunda Maria berdoa bersama-sama dengan para Rasul pada saat Pantekosta bagi datangnya Roh Kudus, demikian juga Dia bersama Father Cogan, berdoa bagi karunia Roh Kudus untuk melakukan karya yang luar biasa untuk menguatkan iman Gereja-Nya dengan cara seperti ini. Datanglah Roh Kudus! Dalam bertekun terhadap permintaan-permintaan Santa Perawan dari Medjugorje untuk berdoa bagi datangnya Roh Kudus pada Pantekosta Kedua, kita berdoa doa yang Dia ajarkan kepada Father Steffano Gobbi (pencetus Gerakan Imam Maria): "Datanglah Ya Roh Kudus, datanglah melalui pengantaraan yang penuh kuasa oleh Hati Maria Immakulata, mempelaiMu yang terkasih." +++

create by : www.gerejakatolik.com

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya