Sabtu, 14 Juli 2007

Sejarah pendirian Gereja Bethel Indonesia

Sejarah pendirian

Pada 6 Oktober 1970, di Sukabumi, Jawa Barat, Pdt. H.L. Senduk (yang juga dikenal sebagai Oom Hoo) dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI). Gereja ini diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.

Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple Inc., Seattle, Washington, Amerika Serikat, mengutus dua orang misionarisnya ke Indonesia, yaitu Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek, orang Amerika keturunan Belanda.

Pada mulanya mereka memberitakan Injil di Bali, tetapi kemudian pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di sini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang Kristen Injili yang bekerja pada Perusahaan Minyak Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Van Gessel pada tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian Vrije Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh Pdt. C.H. Hoekendijk (ayah dari Karel Hoekendjik).

Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan mengadakan kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel. Sementara itu, Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur.

Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan suaminya beberapa bulan setelahnya.

Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek mengundang Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan baptisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, lima belas jiwa baru dibaptiskan.

Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi jemaat yang menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami kesembuhan secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah jemaat itu.

Inilah permulaan dari gerakan Pentakosta di Indonesia. Berempat, Van Klaveren, Groesbeek, Van Gessel, dan Pdt. J. Thiessen, berempat merupakan pionir dari "Gerakan Pentakosta" di Indonesia.

Kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, dan Van Gessel telah menjadi Evangelis yang meneruskan memimpin Jemaat Cepu.

April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta). Sementara Van Gessel meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya.

Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat dengan membuka cabang-cabang di mana-mana, sehingga mendapat pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang Gereja Pantekosta di Indonesia).

Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung Gereja dengan kapasitas 1.000 tempat duduk (gereja yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).

Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya “Studi Tabernakel”.

Gereja Bethel Pentecostal Temple, Seattle, kemudian mengurus beberapa misionaris lagi. Satu di antaranya yaitu, W.W. Patterson membuka Sekolah Akitab di Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, para misionaris itu membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat.

Sesudah pecah perang, maka pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja Pentakosta di Indonesia untuk menggantikan Van Gessel.

Jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah belah terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar pada saat itu. Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin.

Kondisi rohani Gereja Pentakosta di saat itu menyebabkan ketidakpuasan di sebagian kalangan pendeta-pendeta Gereja tersebut. Ketidakpuasan ini juga ditambah lagi dengan kekuasaan otoriter dari Pengurus Pusat Gereja.

Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta, di antaranya adalah Pdt. H.L. Senduk.

Pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, mereka kemudian membentuk suatu organisasi gereja baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).

Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). Senduk berperan sebagai Pendeta dari jemaatnya di Jakarta, sedangkan Van Gessel memimpin jemaatnya di Jakarta dan Surabaya.

Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu di bawah Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya, Pdt. C. Totays.

Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu organisasi baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Bethel Pentakosta). Van Gessel kemudian meninggal dunia pada tahun 1957 dan kepemimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt. C. Totays.

Tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia, maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan Pendeta-pendeta Indonesia.

Roda sejarah berputar terus, dan GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi organisasi ini. Namun semakin besarnya organisasi, begitu banyak kepentingan yang harus diakomodasi.

Pada 1968-1969, kepemimpinan Senduk di GBIS diambil alih oleh pihak-pihak lain yang disokong suatu keputusan Menteri Agama. Senduk dan pendukungnya memisahkan diri dari organisasi GBIS.

6 Oktober 1970, H.L. Senduk dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi Gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan diakui pemerintah secara sah pada tahun 1972 sebagai suatu Kerkgenootschap yang berhak hidup dan berkembang di bumi Indonesia.

Pdt H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh istrinya Pdt Helen Theska Senduk, Pdt Thio Tjong Koan, dan Pdt Harun Sutanto. Pada tahun 1972, Pdt H.L. Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt S.J. Mesach dan Pdt Olly Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan. Saat itu, Pdt S.J. Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Jemaat Sukabumi, yang telah dilayaninya sejak tahun 1963.

Pengakuan Iman

Pengakuan Iman Gereja Bethel Indonesia

Aku percaya bahwa:
Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus.
Allah yang Maha Esa itulah Allah Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga Pribadi di dalam satu.
Yesus Kristus adalah anak Allah yang tunggal dilahirkan oleh perawan Maria yang dinaungi oleh Roh Kudus, bahwa Yesus telah disalibkan, mati, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga dari antara orang mati, bahwa Ia telah naik ke Surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa sebagai Tuhan, Juruselamat dan Pengatara kita.
Semua manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah sehingga harus bertobat dan berpaling kepada Allah untuk menerima pengampunan dosa.
Pembenaran dan kelahiran baru terjadi karena iman di dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Setiap orang yang bertobat harus dibaptis secara selam dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, yaitu dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Penyucian hidup adalah buah kelahiran baru karena percaya dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh kuasa Firman Allah dan Roh Kudus, karena itu kesucian adalah asas dan prinsip hidup umat Kristen.
Baptisan Roh Kudus adalah karunia Tuhan untuk semua orang yang telah disucikan hatinya; tanda awal baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dengan bahasa roh sebagaimana diilhamkan oleh Roh Kudus.
Perjamuan Kudus dilakukan setiap kali untuk meneguhkan persekutuan kita dengan Tuhan dan satu dengan yang lain.
Kesembuhan Ilahi tersedia dalam korban penebusan Yesus untuk semua orang percaya.
Tuhan Yesus Kristus akan turun dari sorga untuk membangkitkan semua umat-Nya yang telah mati dan mengangkat semua umat-Nya yang masih hidup lalu bersama-sama bertemu dengan Dia di udara, kemudian Ia akan datang kembali bersama orang kudus-Nya untuk mendirikan Kerajaan Seribu Tahun di bumi ini.
Pada akhirnya semua orang mati akan dibangkitkan, orang benar akan bangkit pada kebangkitan yang pertama dan menerima hidup kekal, tetapi orang jahat akan bangkit pada kebangkitan yang kedua dan menerima hukuman selama-lamanya.

Badan Pekerja Sinode

Kegiatan sehari-hari Sinode dipimpin oleh "Badan Pekerja Harian" (BPH) yang terdiri atas Ketua Umum dan beberapa ketua, Sekretaris Umum dan beberapa sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa bendahara, serta Ketua-Ketua Departemen.

Ketua Umum Sinode GBI untuk periode kerja 2004-2008 adalah Pdt. DR. Jacob Nahuway, MA. Sekretaris Umum dijabat oleh Pdt. H. Ferry Haurissa Kakiay, STh., dan Bendahara Umum dijabat oleh Pdt. Arjiwanto Tjokro.

Departemen-departemen yang membantu dalam BPH adalah Departemen Theologia, Departemen Pendidikan, Departemen Wanita, Departemen Pemuda dan Anak, Departemen Media dan Litbang, Departemen Pekabaran Injil, Departemen Misi, Departemen Pelayanan Masyarakat, Departemen Hukum dan Advokasi, Departemen Gereja dan Masyarakat, Departemen Usaha dan Dana, dan Departemen Hubungan Luar Negeri.

Sekolah Teologi

Untuk melengkapi pemahaman akan Firman Tuhan, maka Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI mempunyai Lembaga Pendidikan Theologi yang berada di Jakarta dengan nama Seminari Bethel. Seminari Bethel Jakarta terletak di Jl. Petamburan IV/5 Tanah Abang, Jakarta Pusat 10260, Indonesia. Seminari Bethel Jakarta menaungi beberapa unit pendidikan, yaitu: 1. Sekolah Penginjil (SP). Program Sertifikat, dengan lama studi 1 tahun) 2. Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK). Pendidikan yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). SMTK telah mendapatkan status akreditasi dengan predikat A-Unggul dari Departemen Agama. 3. Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI). ITKI menyelenggarakan beberapa program pendidikan dari Strata 1 (S1) sampai Strata 3 (S3). Program S1 menyelenggarakan program studi: Teologi, Pendidikan Agama Kristen, dan Misi. Program S2 menyelenggarakan program: Master of Arts in Church Ministry (MACM) dan Magister Theologi (M.Th) dengan program studi: Teologi, Pendidikan Agama Kristen, dan Pastoral Konseling. Program S3 menyelenggarakan program studi: Doctor of Ministry (D.Min) dengan program studi: Teologi, Pendidikan Agama Kristen, dan Konseling Pastoral.

Sinode Baru

Seperti GBI yang merupakan sinode yang lahir dari tubuh Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), maka dari tubuh Sinode GBI juga lahir beberapa sinode-sinode baru yang memisahkan diri, di antaranya:

  1. Gereja Bethany Indonesia
  2. Gereja Tiberias Indonesia
  3. Gereja Berita Injil

Kalender Masa Raya Paskah

Oleh Pdt. Juswantori Ichwan, M.Th

Pada masa awal berdirinya gereja perdana, Paskah adalah satu-satunya perayaan yang diperingati secara khusus oleh orang percaya. Pada waktu itu gereja belum merayakan Natal. Perayaan Natal baru muncul di abad keempat, ketika kekristenan menjadi agama resmi di kerajaan Romawi. Lambat-laun, perayaan Paskah tahunan berkembang menjadi siklus Paskah yang berlangsung selama 90 hari. Masa ini dibagi menjadi tiga periode: Periode Persiapan (40 hari), Puncak Perayaan (hari Paskah), dan Masa Sukacita (50 hari) yang berakhir pada hari Pentakosta. Untuk lebih jelasnya, lihatlah gambar berikut.


Kalender Masa Raya Paskah

Masa Persiapan

Selama periode persiapan (40 hari), gereja mempersiapkan para calon baptisan secara intens agar siap menerima baptisan di malam Paskah. Dalam rangka itulah para calon baptisan diminta untuk memasuki displin berpuasa. Periode persiapan ini juga sekaligus merupakan masa dimana jemaat diajak menyadari keberadaan dirinya sebagai orang yang berdosa. Dengan demikian, periode persiapan
adalah juga masa pertobatan. Oleh karena itu anggota jemaat diajak berpuasa selama 40 hari. Setiap hari Minggu orang Kristen tidak berpuasa, karena setiap Minggu adalah hari perayaan kebangkitan
Kristus dan jemaat makan-minum roti dan air anggur perjamuan di gereja. Seminggu menjelang Paskah, di minggu terakhir (disebut juga “Minggu Suci”/Holy Week), persiapan semakin intens. Jemaat bertemu di gereja setiap malam untuk beribadah. Hari Senin sampai Rabu dalam minggu itu disebut dengan Tridium. Hari Kamis malamnya (Kamis Putih), jemaat secara khusus mengenang Perjamuan Malam Terakhir. Ada yang mengadakan ritual pembasuhan kaki, ada yang mengadakan Perjamuan Kudus, dll. Pada hari Jumat Agung, gereja mula-mula justru tidak mengadakan Perjamuan Kudus. Hari itu masih terhitung dalam 40 hari puasa. Yang mereka lakukan adalah beribadah sekitar jam dua atau tiga siang, untuk mengingat kembali saat-saat kematian Kristus di atas kayu salib.


Puncak Perayaan

Pada Paskah subuh (atau Sabtu malam, sebelum matahari terbit), para calon baptisan akan dibaptis. Ibarat berlalunya malam, lalu datangnya matahari di fajar kebangkitan (Paskah), baptisan itu menandakan bahwa hidup dalam kegelapan telah berlalu, sekarang mereka hidup dalam Terang Kristus yang bangkit. Mereka sudah mati bersama Kristus, sekarang mereka bangkit bersama Kristus. Ibadah Paskah diawali dengan liturgi cahaya, dimana ‘lilin Kristus’’ akan dinyalakan dan apinya dibagikan kepada jemaat. Ini adalah tanda bahwa Sang Terang itu sudah menang sehingga jemaat dapat turut hidup dalam kemenangan. Setelah dibaptis, anggota jemaat baru langsung diajak untuk mengikuti Perjamuan Kudus bersama dengan seluruh jemaat. Paskah subuh itu menjadi puncak peringatan kebangkitan Kristus. Dengan bangkitNya Kristus, bangkit pula orang-orang baru yang bersedia menjadi murid Kristus.

Masa Sukacita

Perayaan Paskah tidak selesai ketika hari Paskah berlalu. Selama 50 hari, gereja merayakan masa sukacita karena kebangkitan Kristus. Hal ini tertuang dalam bentuk nyanyian-nyanyian maupun
ucapan “Haleluya” di dalam liturgi. Setelah 40 hari, kita memperingati kenaikan Kristus. Lalu sepuluh hari berikutnya, orang Kristen mengingat kembali saat-saat para murid menantikan datangnya Roh
Kudus. Banyak gereja mengadakan “Doa Sepuluh Hari” atau “Pekan Pentakosta” dimana pada masa ini jemaat diajak berkumpul tiap malam dalam persekutuan di gereja. Puncak masa sukacita adalah
peringatan Pentakosta, turunnya Roh Kudus.

Sejarah Gereja Bunda Kita di Dresden

Sejarah

Pasar Dresden dengan Frauenkirche (lukisan oleh Canaletto)
Pasar Dresden dengan Frauenkirche (lukisan oleh Canaletto)

Frauenkirche dibangun sebagai sebuah katedral Lutheran (Protestan) meskipun Kurfürst Sachsen kala itu, Frederick August I (1670-1733), beragama Katolik. Dukungannya terhadap pembangunan gereja ini, menjadikannya sebagai simbol toleransi keagamaan.

Pada situs gereja ini sebenarnya sejak abad ke-11 sudah ada sebuah gereja kecil yang dipersembahkan kepada Bunda Maria. Kemudian pada Abad Pertengahan gereja ini direnovasi berkali-kali. Pada masa Reformasi, Sachsen dan Dresden menjadi Protestan dan semua gedung gereja di kota ini menjadi milik kaum Lutheran. Sementara itu gereja ini pada abad ke-17 dan abad ke-18 sudah rusak dan dihancurkan demi membuat gereja baru yang lebih megah.

Gereja barok yang asli dibangun antara tahun 1726 dan 1743 serta didesain oleh arsitek kota Dresden; George Bähr (1666-1738), salah seorang ahli terbesar gaya Barok Jerman, yang tidak hidup cukup lama untuk melihat karya utamanya selesai dibangun.

Kekhasan desain Bähr untuk gereja ini ialah bahwa ia mampu mengerti semangat baru liturgi Protestan dengan menaruh altar, kansil dan tempat baptisan secara pusat di tengah-tengah perhatian para jemaat.

Pada tahun 1736, Gottfried Silbermann sang pembuat orgel ternama (1683-1753) membangun sebuah instrumen musik yang terdiri dari tiga lapis dan 43 tombol untuk gereja ini. Orgel ini diberkati pada tanggal 25 November dan Johann Sebastian Bach (1685-1750) menggunakan instrumen ini pada 1 Desember.

Frauenkirche Dresden pada tahun 1880
Frauenkirche Dresden pada tahun 1880

Ciri khas utama gereja ini adalah kubah gereja yang tidak lazim dan berukuran 100 meter tingginya dan disebut sebagai die Steinerne Glocke atau "Lonceng Batu". Hal ini merupakan sebuah prestasi arsitektur dan bisa disamakan dengan kubah Michelangelo untuk Basilika Santo Petrus di Roma. Kubah batu Frauenkirche seberat 12.000 ton menjulang tinggi ke langit tanpa dukungan apa-apa di dalam. Meski pada awalnya banyak yang meragukan, kubah ini ternyata sangat stabil. Para saksi mata pada tahun 1760 mengatakan bahwa kubah ini terkena tembakan meriam Prusia seratus kali yang ditembakkan oleh Tentara Prusia pimpinan Friedrich II dari Prusia semasa Perang Tujuh Tahun. Peluru-peluru meriam ini mental semua dan gereja ini terselamatkan.

Gedung gereja yang lengkap ini memberi kota Dresden bayangannya yang khas dan antara lain terlukiskan pada lukisan Bernado Bellotto (lihat atas ini), seorang keponakan seniman Canaletto dan juga dikenal dengan nama yang sama.

Pada tahun 1849 gereja ini merupakan pusat huru-hara revolusioner yang dikenal dengan nama Pemberontakan Mei di Dresden. Frauenkirche dikelilingi dengan barikade, dan pertempuran sengit berlangsung selama berhari-hari sebelum para pemberontak yang belum melarikan diri, dikepung di gereja dan ditangkap semua.

Selama lebih dari 200 tahun, kubah indah berbentuk lonceng ini secara monumental dan elegan di langit mendominasi pandangan kota Dresden.

Kehancuran

Puing-puing Frauenkirche yang berantakan seperti ini sampai tahun 1994.
Puing-puing Frauenkirche yang berantakan seperti ini sampai tahun 1994.

Pada tanggal 13 Februari 1945, pasukan sekutu Britania-Amerika memulai pengeboman kota Dresden. Sungguh menakjubkan, gereja ini tahan berdiri menghadapi pengeboman selama dua hari dan dua malam dan pilar-pilar batu yang menyangga kubah tetap bertahan untuk melindungi 300 orang yang berlindung di gereja ini sebelum akhirnya luluh-lantak menghadapi panas yang dihasil oleh kurang lebih 650.000 bom bakar yang dijatuhkan di kota ini. Suhu temperatur di sekitar dan di dalam gereja ini akhirnya mencapai 1.000o Celcius.

Kubah ini akhirnya runtuh pada pukul 10:00 tanggal 15 Februari. Pilar-pilar di gereja ini membara merah dan meledak. Dinding-dinding luar pecah dan hampir 6.000 ton batu jatuh ke permukaan bumi dan menembus lantai setelah jatuh.

Altar, sebuah relief yang melukiskan penderitaan Yesus di taman Getsemani di Bukit Zaitun oleh Johann Christian Feige, hanya rusak secara sebagian saja setelah pengeboman dan kebakaran yang menghancurkan gereja ini. Altar dan bangunan di belakang ini, kansil, tetap berdiri secara kokoh. Ciri-ciri detail patung-patung ini banyak yang terusakkan oleh puing-puing yang jatuh dan banyak fragmen yang kemudian terkubur di bawah puing-puing.

Gedung ini menghilang dari cakrawala langit kota Dresden dan batu-batu puing yang menghitam menunggu di tengah kota ini selama 45 tahun. Sementara itu pemerintahan Komunis berkembang di daerah yang disebut Jerman Timur. Tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II, banyak penghuni Dresden yang mengumpulkan fragmen-fragmen unik batu-batu Frauenkirche dan menomorinya supaya bisa digunakan kembali jika gereja ini akan dibangun kembali di masa depan. Sentimen rakyat menghalangi pemerintahan Komunis Jerman Timur dari pembersihan situs ini untuk membuat tempat parkir mobil.

Pada tahun 1982, puing-puing ini menjadi situs pergerakan perdamaian yang dikombinasikan dengan sebuah protes damai menentang rezim Komunis Jerman Timur. Pada hari peringatan pengeboman Dresden, 400 warga Dresden berkumpul pada situs ini dan mengheningkan cipta sembari meletakkan bunga dan menyalakan lilin, sebagai bagian dari gerakan massa Jerman Timur yang mulai tumbuh. Pada tahun 1989, jumlah pengunjuk rasa di Dresden, Leipzig dan bagian-bagian lain Jerman Timur mulai bertambah banyak menjadi puluhan ribu. Lalu kemudian pada tahun yang sama Tembok Berlin yang membagi Jerman Barat dan Jerman Timur mulai runtuh. Hal ini membuka jalan menuju Penyatuan Kembali Jerman.

Mempromosikan pembangunan ulang dan pendanaannya

Potongan puing-puing yang telah didaftar, September 1999.
Potongan puing-puing yang telah didaftar, September 1999.

Pada bulan-bulan terakhir Perang Dunia II sudah ada maksud untuk membangun kembali gereja ini. Namun situasi politik di Jerman Timur kurang kondusif dan hal ini tertunda. Akhirnya tumpukan puing-puing ini dilestarikan sebagai bagian daripada monumen perang yang berada di tengah kota Dresden sebagai tandingan dari puing-puing Katedral Coventry yang dihancurkan karena pengeboman Jerman pada tahun 1940 dan juga berfungsi sebagai monumen perang di Inggris.

Setelah persatuan kembali Jerman, usaha pembangunan kembali gereja ini dilakukan kembali, Pada tahun 1989, sebuah kelompok penggemar Frauenkirche yang terdiri dari 14 anggota dan dikepalai oleh Ludwig Güttler, seorang musikus ternama Dresden, membentuk Gerakan Inisiatif Rakyat. Dari kelompok ini kemudian pada tahun yang sama muncul "The Society to Promote the Reconstruction of the Frauenkirche", yang memulai sebuah kampanye penggalangan dana swasta secara agresif. Organisasi ini lalu berkembang dan memiliki anggota 5.000 di Jerman dan 20 negara lainnya. Serangkaian kelompok-kelompok pembantu Jerman lalu dibentuk dam tiga organisasi promosi lalu dibentuk di luar negeri.

Proyek ini berkembang dengan pesat. Sementara ratusan arsitek, ahli sejarah dan insinyur menyortir ribuan batu-batu puing, mengidentifikasikan dan memberikan label setiap batu untuk digunakan ulang, anggota yang lain mencari promoter.

Günter Blobel, seorang warga Amerika kelahiran Jerman, pernah melihat Frauenkirche yang asli ketika ia masih kecil dan mengungsi di sebuah desa di dekat Dresden, beberapa hari sebelum kota ini dibom. Pada tahun 1994, ia menjadi pendiri dan pemimpin LSM "Friends of Dresden, Inc.", sebuah organisasi Amerika Serikat yang berupaya untuk mendukung rekonstruksi, restorasi dan pelestarian warisan seni dan arsitektur kota Dresden.

Pada tahun 1999, Blobel memenangkan Hadiah Nobel dalam Kedokteran dan menyumbangkan seluruh hadiahnya (hampir US$ 1 juta) kepada organisasi ini untuk merestorasi kota Dresden, membangun ulang Frauenkirche dan sebuah sinagoga baru. Sumbangan ini merupakan sumbangan pribadi terbesar pada proyek ini.

Di Britania, Duke of Kent merupakan pelindung kerajaan Dresden Trust dan Uskup Coventry sebagai salah satu kuratornya. Dr. Paul Oestreicher, seorang kanon emeritus dari Katedral Coventry dan seorang pendiri Dresden Trust, menulis [1] "The church is to Dresden what St. Paul's [Cathedral] is to London". “Gereja ini untuk Dresden sama dengan Katedral St. Paul untuk London”.

Oerganisasai-organisasi lainnya antara lain adalah Perhimpunan Frauenkirche Paris dari Perancis, Verein Schweizer Freunde der Frauenkirch dari Swiss.

Pembangunan kembali Frauenkirche membutuhkan €180 juta (£122 juta/ US$217 juta). Dresdner Bank mendanai lebih dari setenah biaya pembangunan kembali itu melalui sebuah "kampanye sertifikat donor", dan mengumpullkan hampir €70 juta setelah 1995. Bank itu sendiri menyumbangkan lebih dari tujuh juta euro, termasuk lebih dari satu juta yang disumbangkan oleh pegawainya. Selama bertahun-tahun, ribuan arloji yang berisikan potongan kecil dari batu Frauenkirche dijual, sebagai medali khusus. Satu sponsor mengumpulkan hampir €2.3 juta (US$2.75 juta) melalui penjualan secara simbolik batu-batu gereja.

Dana yang dikumpulkan diserahkan kepada "Yayasan Frauenkirche Dresden", pembangun yang sesungguhnya, didukung oleh Negara Bagian Sachsen, Kota Dresden dan Gereja Lutheran Injili di Sachsen.

Renovasi

Frauenkirche cupola pada 2000
Frauenkirche cupola pada 2000

Dengan menggunakan rancangan aslinya yang digunakan oleh pembangun Georg Bähr pada tahun 1720-an, rekonstruksi akhirnya dimulai pada Januari 1993 di bawah pimpinan arsitek gereja dan insinyur Eberhard Burger. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 1994, ruangan bawah tanahnya diselesaikan pada 1996 dan cupola dalamnya pada 2000.

Sedapat mungkin – kecuali untuk kubahnya – gereja ini dibangun kembali dengan menggunakan bahan dan rancangan aslinya, dengan bantuan teknologi modern. Tumpukan reruntuhan didokumentasikan dan diangkat batu demi batu. Posisi asli yang diperkirakan dari masing-masing batu dapat ditentukan dari posisinya di tumpukan itu. Setiap potongan yang dapat digunakan diukur dan dikatalogkan. Sebuah program pencitraan komputer yang dapat memindahkan batu-batu itu secara tiga dimensi di sekitar layarnya dalam berbagai konfigurasi digunakan untuk menolong para arsitek menemukan di mana batu-batu aslinya dulu berada dan bagaimana mereka saling bertautan.

Pekerjaan di Frauenkirche pada 2003
Pekerjaan di Frauenkirche pada 2003

Dari jutaan batu yang digunakan untuk pembangunan kembali, lebih dari 8.500 batu aslinya diselamatkan dari gereja aslinya dan sekitar 3.800 butir digunakan kembali dalam rekonstruksi. Sementara batu-batu yang lama ditutup dengan patina yang lebih gelap, karena rusak akibat terbakar dan cuaca, perbedaan antara batu-batu lama dan baru akan jelas kelihatan selama bertahun-tahun setelah rekonstruksi.

Dua ribu potong dari altar aslinya dibersihkan dan dipadukan ke dalam struktur yang baru.

Para pembangun mengandalkan ribuan foto lama, ingatan para jemaah dan pejabat gereja serta pesanan-pesanan pembelian lama yang sudah lusuh yang memberikan rincian tentang kualitas semen atau pigmen catnya (seperti pada tahun 1700-an, sejumlah besar telur digunakan untuk membuat warna yang memberikan interiornya cahaya yang hampir cemerlang).

Ketika tiba waktunya membuat duplikat pohon-pohon oak di pintu masuknya, para pembangun hanya memiliki deskripsi yang kabur tentang rincian ukurannya. Karena orang-orang (khususnya para hadirin pada upacara pernikahan) seringkali berpose untuk mengambil foto di luar pintu gereja, mereka menerbitkan imbauan untuk foto-foto lama dan tanggapannya (termasuk sejumlah album pernikahan yang lengkap) memungkinkan para artisan untuk membuat kembali pintu-pintu yang orisional.

Salib yang dilapisi emas di puncak kubahnya dibuat oleh perusahaan Gold and Silversmiths Grant Macdonald dari London dengan sedapat mungkin menggunakan teknik asli abad ke-18. Salib ini dibuat oleh Alan Smith, seorang tukang emas Britania yang ayahnya, Frank, merupakan salah satu awak yang ikut serta dalam pengeboman Dresden. Sebelum dibawa ke Dresden, salib itu dipamerkan selama lima tahun di gereja-gereja di seluruh Britania Raya, termasuk di Katedral Coventry, Katedral Liverpool, Katedral St. Giles di Edinburgh dan Katedral St. Paul di London. Pada Februari 2000, salib itu diserahkan secara seremonial oleh Pangeran Edward, Duke of Kent, untuk ditempatkan di puncak kubahnya beberapa hari setelah peringatan ke-60 D-Day pada 22 Juni 2004. Struktur luar Frauenkirche sudah selesai. Untuk pertama kalinya sejak perang terakhir, kubah yang lengkap dan salibnya yang berlapis emas menghiasi langit Dresden seperti abad-abad sebelumnya. Salib lama yang pernah menghiasi puncak kubahnya dan yang kini bengkok dan terbakar, berdiri di sebelah kanan altar yang baru.

Tujuh lonceng yang baru dibuat untuk gereja itu. Lonceng-lonceng itu dibunyikan pertama kali pada perayaan Pentakosta pada 2003.

Frauenkirche pada 2004 mendominasi langit Dresden yang historis, di sini tampak pemandangan di sebelah kirinya
Frauenkirche pada 2004 mendominasi langit Dresden yang historis, di sini tampak pemandangan di sebelah kirinya

Diputuskan untuk mereproduksi orgel Silbermann secara persis. Keputusan ini menimbulkan pertikaian orgel Dresden ("Dresdner Orgelstreit"), yang sebagian didasari oleh kesalahpahaman bahwa orgel yang baru akan sama sekali "modern". Sebuah orgel pipa dengan 4.873 pipanya dibangun oleh Daniel Kern dari Strasbourg, Perancis dan selesai pada April 2005. Orgel Kern memiliki semua tombol yang juga berada pada tombol orgel Silbermann dan berusaha untuk merekonstruksikannya. Tombol-tombol tambahan juga dibuat, khususnya manual swell keempat dalam gaya simfoni abad ke-19 yang cocok untuk literatur orgel yang dibuat setelah masa barok.

Sebuah patung perunggu dari reformator dan teolog Martin Luther, yang selamat dalam pengeboman, telah direstorasi dan kembali berdiri di muka gereja. Ini adalah karya pematung Adolf von Donndorf dari 1885.

Usaha intensif untuk membangun kembali landmark dunia yang termasyhur ini selesai pada 2005, satu tahun lebih awal daripada rencana semula, dan bertepatan dengan perayaan 800 tahun Kota Dresden pada 2006. Gereja ini ditahbiskan kembali dengan sebuah kebaktian perayaan sehari sebelum Hari Reformasi. Gereja yang dibangun kembali menjadi monumen yang mengingatkan orang akan sejarahnya dan menjadi lambang pengharapan dan rekonsiliasi.

Frauenkirche dibuka tujuh hari seminggu, 24 jam seharinya. Ada dua kebaktian setiap hari dan dua liturgi setiap hari Minggu. Sejak Oktober 2005 hingga tahun 2010, ada pameran tentang sejarah dan pembangunan kembali Frauenkirche di Stadtmuseum (Museum Kota) di Alten Landhaus Dresden.

Membersihkan tumpukan puing-puing

Untuk pembangunan kembali, tumpukan puing-puing pada 4 Januari 1993 diambil satu per satu. Batu-batu yang masih bisa dipakai, diukur dan dan dikatalogisasikan lalu disimpan. Dari letak batu-batu di tumpukan puing dan dengan sebuah programa komputer yang ditulis khusus untuk tujuan ini, maka tempat asal banyak batu bisa ditentukan. Dari tumpukan puing ini, lebih dari 8.000 biji bisa disimpan dan dari ini persisnya ada 3.539 biji bisa dipasang pada tembok luar (façade).

Ruang bawah gereja

Ruangan bawah Frauenkirche
Ruangan bawah Frauenkirche
Kamar samping ruangan bawah gereja
Kamar samping ruangan bawah gereja

Sebelum renovasi gedung gereja yang sebenarnya, ruangan bawah gereja dibangun kembali. Sehingga ruangan untuk kebaktian, tontonan dan konser bisa dibangun. Pentahbisan ruangan bawah gereja dilaksanakan pada 21 Agustus 1996.

Pada titik terendah Frauenkirche, di tengah sebuah rongga berbentuk salib, ada sebuah batu altar yang dibuat dari batu kapur hitam Irlandia. Batu altar ini dibuat oleh Anish Kapoor, seorang seniman Britania Raya berayah India dan beribu Yahudi. Dengan ini batu altar ini merupakan altar pertama di sebuah rumah ibadah di Jerman yang dibuat oleh seorang seniman Yahudi.

Pada ruangan bawah tanah didapatkan pula sebuah paku besi yang ditaruh di sini setelah pentahbisan gereja. Paku besi ini diberikan oleh uskup Coventry sebagai tanda rekonsiliasi. Setelah itu gereja Frauenkirche menjadi anggota komunitas internasional "Paku besi". Setelah pentahbisan, paku besi ini berada di altar gereja utama.

Batu-batu bata gedung

Batu-batu bata baru dan lama
Batu-batu bata baru dan lama

Pada renovasi gereja ini, sebagian batu-batu yang dikatalogisasikan dipergunakan pula (43 % bahan bangunan asli). Bahkan beberapa bongkahan tembok besar secara keseluruhan bisa diangkat dan dipasang pada tempat asli mereka. Sisa-sisa reruntuhan menara sudut dan tempat kor bisa diintegrasikan pada gedung yang direnovasi ini. Puing-puing reruntuhan ini yang masih berdiri mencakup sekitar 34 % dari jumlah total massa.

Hanya pada konstruksi kubah yang rumit, terutama harus digunakan batu-batu pasir yang baru menurut perhitungan statistik. Sebab batu-batu yang digunakan untuk kubah ini terekspos dengan gaya yang sangat besar. Karena batu-batu pasir yang lama telah memuai karena terbakar pada suhu yang sangat tinggi, maka mereka tidak ingin mengambil resiko besar berhubungan dengan stabilitasnya.

Berkat patina hitam batu-batu yang tua, sebuah pewarnaan alami batu-batu pasir karena oksidasi kandungan besi, dan batu-batu pasir baru yang terang, maka gedung gereja ini pada tahun-tahun pertama tampak mirip seperti sebuah permainan teka-teki gambar (jigsaw puzzle) raksasa. Namun batu-batu baru ini, setelah beberapa lama juga akan menghitam dan lalu tidak berbeda lagi dengan batu-batu yang asli.

Dua drat baja yang tersembunyi dan sebuah tiang baja yang tersembungi menyangga gereja ini pada saat pembangunan saat itu. Bahan-bahan baja ini juga bisa digunakan pada saat terjadi bencana, karena dirancang untuk bisa dicapai.

Berkat metoda pembangunan modern, bongkahan-bongkahan batu pasir ini untuk tiang bisa digergaji dengan ketelitian yang menyampai milimeter. Dengan programa konstruksi pesawat terbang, geometri dari lebih dari 560 lempengan-lempengan batu pasir yang berbeda-beda untuk kubah, bisa ditentukan. Karena gaya-gaya yang berhubungan dengan kubah sangatlah besar dan pada gedung Frauenkirche yang lama sudah mengakibatkan retakan dari waktu ke waktu. Antara tahun 1938 dan 1942 kerusakan-kerusakan ini untuk terakhir kalinya diperbaiki.

Untuk kubah ini, ada sebuah program penelitian khusus yang diadakan pada Universitas Dresden dan Karlsruhe selama dua tahun. Sebagai contoh campuran semen baru diperlukan, karena batu hanya bisa menahan hujan secara bersyarat saja. Pada hakekatnya pada abad ke-18, mereka sebenarnya aslinya ingin menggunakan atap tembaga, namun karena kendala biaya mereka menggunakan kubah batu.

Atap pelindung cuaca

Untuk menyelesaikan renovasi yang cepat dan lancar, maka mereka memutuskan untuk menggunakan sebuah atap pelindung cuaca yang bisa bertambah tingginya. Atap ini harus bisa naik beberapa kali setelah beberapa fase pembangunan tertentu tercapai. Prosedur ini khusus dikembangkan untuk pembangunan Frauenkriche. Hal ini memungkinan untuk melanjutkan pekerjaan renovasi pada setiap tipe cuaca dan juga bisa melanjutkan pembangunan pada musim dingin.

Altar dan orgel

Altar dan Orgel
Altar dan Orgel

Orgel dan altar secara harmonis ditaruh berhadapan dan secara optis berpadu satu sama lain.

Altar

Altar yang sejati, terutama bagian utamanya, bisa diselamatkan dari puing-puing Frauenkirche yang lama dan secara sengaja dengan segala kerusakannya diintegrasikan di gereja yang telah direnovasi. Altar ini dalam kekasaran visualnya menunjukkan sebuah kontras dari gaya Barock Dresden gereja ini dan jadi sebuah monumen yang awet. Di dekat altar, kecuali pada sebuah adegan yang menampilkan Yesus Kristus di bukit Zaitun di Yerusalem, ada pula dua tokoh dari Perjanjian Baru lainnya dan dua tokoh dari Perjanjian Lama: jauh pada sisi kiri ada Musa dengan dua batu yang memuat Sepuluh Perintah Allah, pada sebelah tengan Santo Paulus dengan pedang dan buku, pada sebelah tengah kanan, Filipus sang rasul dengan salih dan lalu di sebelah kanannya, Harun, saudara Musa yang memegang perisai dada dan tempat pembakaran dupa.

Di atas Musa dan Paulus ada seorang malaikat yang membawa sebuah rantai yang terbuat dari setangkai gandum dan di atas Filipus serta Harun seorang malaikat yang membawa setangkai anggur. Keduanya secara bersama melambangkan roti dan anggur; yaitu Tubuh dan Darah Kristus atau Jamuan Malam Terakhir.

Di sebelah kiri di atas Yesus ada seorang malaikat yang besar dan kecil. Di sebelah kanan di sisinya ada seorang pemuda tak berwarna yang tidur. Di sebelah kanan Yesus kota Yerusalem bisa dikenali. Langsung di atas Yesus ada seorang malaikat yang memegang salib - sebuah nubuat tentang ajal yang akan datang. Langsung di atasnya dan di atas semuanya terdapat Mata Tuhan - juga disebut sebagai Mata al-Bashiir. Mata ini dilingkari oleh awan, sesuai gaya barok. Di atasnya terdapat pagar orgel.

Orgel Silbermann

Sebuah rekonstruksi sejati orgel tua karya Gottfried Silbermann dari tahun 1736 dengan 43 register dan 3 manual tidaklah mungkin, karena orgel lama ini dalam kurun waktu ini telah dimodifikasi selama tujuh kali dan kemudian pada tahun 1945 hancur total dan cetakan biru orgel ini tidak ada. Sebuah pembangunan ulang sebuah orgel Silbermann yang masih ada dianggap kurang berguna karena akustik ruang gereja dengan ini harus disesuaikan lagi. Oleh karena itu diambil solusi berikut: orgel dibangun kembali sesuai aslinya sehingga mirip dengan gambar-gambar lama orgel yang telah hancur, sementara itu mereka juga merekonstruksi ruangan gereja. Tiga manual asli dibuat ulang sesuai suara pipa orgel yang masih tersisa. Pada ketiga ini bisa ditambahkan manual keempat yang bisa dipilih untuk dipasang dan jika dipasang bisa dipakai untuk memainkan musik "modern".

Kubah dalam

Lukisan-lukisan pada Kubah Dalam
Lukisan-lukisan pada Kubah Dalam

Delapan lukisan pada kubah dalam diselesaikan oleh seorang pelukis teater Italia yang bernama Giovanni Battista Grone pada tahun 1734. Empat lukisan menggambarkan para penulis Injil Lukas, Matius, Markus dan Yohanes serta gambaran-gambaran tentang keutamaan kristiani: Iman, Kasih, Pengharapan dan Kemurahan Hati.

Pada usaha rekonstruksi pertama terjadi kesalahan, bahwa lukasan tentang Yohanes terlalu banyak warna. Lukisan menjadi terpotong, permukaannya menjadi terhapus. Setelah mengalami proses pemilihan yang lama, pelukis Christoph Wetzel dan ahli pemugaran karya seni Peter Taubert mendapat tugas untuk melukis sebisa mungkin untuk tetap setia kepada yang asli.

Sebagai pola digunakan foto-foto gereja dari tahun 1943. Yang masih menjadi ketidak-jelasan, karena foto-foto tersebut telah lama, jadi seberapa jauh gangguan (atau kerusakan yang diakibatkan perubahan warna karena telah dimakan oleh waktu) etsa warna foto-foto tersebut. Lebih jauh, beberapa lukisan sebelumnya juga telah diperbaiki. Oleh karena itu Christoph Wetzel juga meneliti beberapa lukisan pelukis Barok Grone.

Lonceng

Frauenkirche memiliki delapan buah lonceng, tujuh di antaranya baru yang dibuat oleh perusahaan pengecoran A. Bachert dari Bad Friedrichshall, Baden-Württemberg. Masing-masing dinamai Yesaya (lonceng perdamaian), Yohanes (lonceng pemberkatan), Yeremia (lonceng kota), Yosua (lonceng kesaksian), Daud (David) (lonceng kebaktian), Filipus (lonceng permandian), dan Hanna (lonceng syukur). Pada awalnya, enam lonceng di antaranya bersuara kurang sempurna karena besarnya hiasan lonceng yang ditempelkan. Akibatnya, pengecoran tambahan perlu dilakukan oleh Firma Bachert dari Karlsruhe.

Lonceng Maria (lonceng peringatan) adalah satu-satunya yang tersisa sekarang dari empat lonceng yang dimiliki gereja ini sebelum Perang Dunia II. Pengecorannya dilakukan pada tahun 1518 di Freiberg, Sachsen. Lonceng ini pernah "berkelana" ke tiga gereja lain pada abad ke-20 (sehingga selamat dari kerusakan akibat perang) sebelum akhirnya pada tahun 1998 dikembalikan ke Dresden dan dibunyikan kembali pertama kali pada tahun 2003.

Salib menara gereja

Salib kubah Frauenkirche
Salib kubah Frauenkirche
Salib tua yang sekarang ini berada di Frauenkirche
Salib tua yang sekarang ini berada di Frauenkirche

Salib menara yang asli dibuat oleh Johann Georg Schmidt. Secara tidak sengaja salib ini ditemukan dari reruntuhan gereja pada tanggal 1 Juni 1993. Namun salib yang asli tersebut ditemukan dalam keadaan sangat rusak, sehingga dalam pembangunan kembali Frauenkirche diganti dengan salib baru dengan rangkaian sinar yang dilapisi emas. Alan Smith, seorang pandai besi dari London dan anak dari salah seorang pilot inggris yang membombardir Dresden, membuat salib dengan ketinggian 8 meter ini seharga 500.000 Euro dengan sumbangan dari „Dresden Trust“ dari Inggris. Pada bulan Pebruari 2000 salib baru ini diberikan kepada gereja yang diwakili oleh Duke of Kent yang adalah pelindung "Dresden Trust", sebagai peringatan akan tahun ke-55 keruntuhan gereja. Pada tanggal 22 Juni 2004 salib ini diresmikan dan diletakkan pada kubah gereja yang disaksikan oleh sekitar 60.000 pengunjung, sebagai „Versöhnungskreuz“ (Salib Pengampunan) sebagai tanda persaudaraan antara Kerajaan Inggris dan Jerman. Setelah 59 tahun rusak, maka dengan demikian, skyline historis dari kota Dresden diletakkan kembali,

Kota Coventry dan batu pembangunan terakhir

Versöhnungskreuz bukanlah satu-satunya yang menghubungkan pembangunan gereja ini dengan negara Inggris. Sudah pada antara tahun 1956-1962 uang sumbangan dari Jerman mengalir untuk pembangunan kembali Katedral dari Conventry yang hancur dibombardir pada tanggal 14 November 1940. Melalui sumbangan dari Jerman itu, dari sisa gereja ditambahkan bangunan baru (berbeda dengan pembangunan gereja di Dresden dan sesuai dengan spirit zaman pada waktu itu).

Pada tangal 13 April 2004 batu terakhir dari kubah utama Frauenkirche diletakkan. Oleh karena itu pembangunan Frauenkirche berakhir. Pada tanggal 22 Juni 2004, konstruksi kayu yang dilapisi dengan tembaga bersama dengan salib yag dilapisi warna keemasan diletakkan diatas laterne (lampu) diatas menara. Dengan demikian kembali terciptalah tampak depan yang dulu pernah dihancurkan. Dengan diletakkannya kubar menara, maka puncak ketinggian Frauenkirche kini mencapai 91,24 meter, dan Frauenkirche dapat dilihat dari jauh sebagai "monumen" kota Dresden.

Pekerjaan Tahap Akhir Sebelum Peresmian

Pengecatan dan pembuatan bangku-bangku gereja pada pembangunan bagian dalam (interior) gereja telah berakhir. Pada awal musim panas 2005, orgel yang dibuat oleh pembuat orgel dari Strassburg yang bernama Daniel Kern, diinstalasikan di Frauenkirche. Orgel ini mempunyai 4.873 pipa. Tempat terbuka pada puncak gereja dengan ketinggian 67 m dibuka bagi para pengunjung pada hari Selasa, konnte am Dienstag, dem 1 Februari 2005. Pada tempat ini para pengunjung dapat melihat panorama Elbe dan juga dapat melihat kota Dresden. Untuk memperingati 60 tahun pembombardiran kota Dresden pada tanggal 13 Februari 2005 ruang dalam gereja ini dibuka dengan tujuan untuk mengheningkan cipta.

Tanda Diakhirinya Pembangunan: Pesta Pentahbisan Gereja

Pada tanggal 30 Oktober 2005, Frauenkirche ditahbiskan, dan dengan demikian gereja ini telah resmi ditetapkan sebagai rumah Tuhan. Uskup negeri di Sachsen, Jochen Bohl meresmikannya dengan kedua uskup sebelumnya, bermula dari batu pembaptisan (tempat pembaptisan), mimbar dan akhirnya gedung gereja secara keseluruhan. Sebagai unsur seremoni, peralatan-peralatan liturgis dibawa kembali ke dalam gereja. Kebaktian pentahbisan dihadiri oleh 1700 tamu undangan di dalam gereja dan ribuan pengunjung di Kirchplatz (alun-alun atau halaman gereja).

Setelah kebaktian berakhir, Presiden Republik Federal Jerman Horst Köhler menyampaikan pidato sambutan. Di dalam pidatonya dia menyebut Frauenkirche sebagai simbol kebebasan sipil dan kesatuan Jerman. Uskup negeri Jochen Bohl mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah bertanggung-jawab dan telah berperan dalam pembangunan kembali gereja. Ucapan terima-kasih secara khusus ditujukan kepada Hans Nadler sebagai wakil bagi orang-orang yang tidak dapat lagi menghadiri upacara ini. Kemudian dia mengucapkan terima-kasih juga kepada Direktur Pembangunan Eberhard Burger dan kepada seniman Trompet Ludwig Güttler.

Foto-foto pembangunan kembali gereja

Penggunaan gereja

Kebaktian di Frauenkirche
Kebaktian di Frauenkirche
Sebuah bagian dari ruang segi delapan gereja
Sebuah bagian dari ruang segi delapan gereja

Frauenkirche bukanlah sebuah gereja jemaat. Gereja ini semenjak tahun 1998 diurusi oleh seorang pendeta dari Gereja Lutheran Injili Sachsen dan terbuka dengan kebaktian dan konser bagi warga Dresden dan para turis sebagai "Gereja-City".

Kebaktian hari Minggu pada pukul 11.00 dan 18.00 merupakan dasar kehidupan gerejawi Frauenkirche. Selain itu setiap hari kerja ada pertunjukan musik orgel pada pukul 12:00 dan pada hari Senin, Rabu dan Jum'at juga pada pukul 18:00. Selain itu setiap hari Selasa pada pukul 18:00 ada sebuah vesper (doa pujian pada petang hari) orgel. Selain itu pernikahan dan pembaptisan di Frauenkirche juga bisa dilaksanakan.

Semua kebaktian diiringi oleh paduan suara kor dan musik orgel. Secara teratur diadakan pementasan musik hari Minggu dan konser orgel.

Frauenkirche sehari-hari dibuka dari pukul 10:00 sampai 18:00 dan semua orang bisa masuk. Namun gereja bawah hanya boleh dipergunakan untuk bersembahyang dan berdoa.

Sejak pembukaan kembali

Sejak hari pertama pembukaannya kembali untuk masyarakat, para pengunjung mulai menimbulkan sejumlah masalah kecil. Sebagian orang tampaknya menganggap Frauenkirche sebagai tempat kunjungan untuk bersenang-senang dan bukan untuk berefleksi. Banyak yang tidak peduli terhadap larangan pengambilan foto. Sebagian tidak menghormati gereja itu seperti yang biasanya dilakukan bagi suatu tempat keagamaan. Pada masa Natal 2005, misalnya, sejumlah orang masuk ke gereja itu sambil memakan Bockwurst dan minum Glühwein (sejenis anggur yang dihangatkan). Selama kebaktian, pengunjungan berdiri, berjalan-jalan, dan mengambil foto. Sejumlah buku nyanyian dan lampu gereja dicuri.

Mengenai Saya